PTK Pembelajaran Reading


Peningkatan Hasil Belajar Reading dengan Penerapan Strategi Kognitif pada Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Kelas X1 IPA1 SMA Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa
ABSTRAK
Hasyim, 2011. Peningkatan Hasil Belajar Reading melalui Penerapan Strategi Kognitif  pada Kooperatif  Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar reading  siswa dengan penerapan strategi kognitif pada kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa yang berjumlah 21 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung dan tes hasil belajar reading di akhir siklus. Hasil penelitian yang dicapai setelah di analisis adalah: (1) Hasil belajar reading  pada siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa setelah menerapkan strategi kognitif pada kooperatif tipe TAI mengalami peningkatan, dilihat dari rata-rata yang diperoleh pada tes akhir Siklus I yaitu sebesar 59,62 sedangkan pada Siklus II sebesar 72,10, (2) Melalui penerapan strategi kognitif pada kooperatif tipe TAI keaktifan siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa dalam belajar reading mengalami peningkatan, dan (3) Penerapan strategi kognitif pada kooperatif tipe TAI dalam pembelajaran reading dapat menarik minat siswa untuk belajar, sebab mereka dapat mengembangkan cara berfikir mereka sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Key words:
Perencanaan, pelaksanaan/tindakan, peningkatan hasil belajar reading (spoof, advertisement, narrative) siswa, siklus I, siklus II, belajar kognitif, strategi kognitif tipe TAI: menggarisbawahi kata-kata yang tidak dimengerti, mencari arti kata dalam kamus, membuat catatan pinggir, dan menghafalkan kata-kata yang telah diartikan; observasi dan evaluasi, refleksi

A. Pendahuluan
Peran sentral Bahasa Inggris dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional yang merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua ilmu pengetahuan dalam pembelajaran bahasa diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain.  Selain itu, juga membantu siswa mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan bahkan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan 2006, mata pelajaran bahasa Inggris di SMA/MA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tulis untuk mencapai tingkat literasi functional. Sedangakn salah satu ruang lingkupnya adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa yakni mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing) secara terpadu. Namun kondisi dilapangan masih jauh dari kompetensi yang diharapkan. Sebagian besar siswa masih menemui kesulitan dalam mempelajari bahasa Inggris. Hal ini dibuktikan rendahnya rata-rata nilai semester  yang dimiliki siswa.
Rendahnya hasil belajar siswa kemungkinan disebabkan karena kurangnya strategi-strategi khusus yang dimiliki siswa dalam belajar. Gagne (1975) mengatakan bahwa strategi kognitif merupakan salah satu tujuan pembelajaran yang harus diajarkan dan dilatihkan kepada siswa. Semakin banyak strategi yang dipelajari, siswa memungkinkan menjadi pembelajar madiri dan pemikir yang independen. Djamarah (2000) mengatakan bahwa strategi kognitif merupakan organisasi keterampilan yang internal (intenal organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditunjukkan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan terus menerus.
Selain mengajarkan strategi kognitif, guru sebagai salah satu komponen yang besar pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan siswa hendaknya dapat menciptakan suasana proses pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk meningkatkan aktivitas, motivasi dan minat belajarnya. Dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai, siswa akan lebih berhasil dalam pencapaian tujuan pembelajarannya. Slavin (1995) memperkenalkan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang bersifat heterogen dari segi gender, etnis dan kemampuan akademik untuk saling membantu satu sama lain dalam tujuan bersama. Dengan belajar dalam kelompok kecil maka siswa akan lebih berani mengungkapkan pendapatnya dan dapat menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.
Dari penjelasan teori tersebut penulis meyakini bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Slavin yang  mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
            Reading (membaca) merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa Inggris. Dengan membaca dan memahami makna bacaan, siswa dapat memperoleh berbagai informasi dan memperkaya pengetahuannya. Oleh sebab itu penelitian ini memfokuskan pada peningkatan hasil belajar reading dengan penerapan strategi kognitif pada model kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)
B. Pengertian Belajar
Menurut Sudirman (2006) “belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya”. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau si subjek belajar itu mengalami atau melakukannya. Sedangkan belajar menurut pengertian secara psikologis adalah merupakan suatu proses perubahan tigkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian lain dari belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya atau belajar dapat pula diartikan sebagai proses penambahan pengetahuan. Pengertian yang terakhir ini yang dalam prakteknya masih banyak dianut di sekolah-sekolah dimana guru-guru berusaha memberikan ilmu sebanyak mungkin dan siswa bergiat untuk mengumpulkannya.
Slameto (1987) mengemukakan bahwa “belajar adalah segenap rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa perubahan dalam pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya relatif permanen”.
Sedangkan menurut Hilgard dalam Pasaribu(1983), belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan seseorang seperti kelelahan atau disebabkan oleh obat-obatan.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan dalam diri seseorang yang belajar. Perubahan sebagai hasil dari proses balajar yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap dan tingkah laku, keterampilan serta aspek-aspek lainnya yang ada pada diri orang yang belajar.
C. Konsep Pemahaman Reading
    Reading secara normal adalah suatu kegiatan individu yang dilakukan dengan diam atau tidak bersuara. Karena reading merupakan teks dalam bentuk tulisan bukan didengar (Abott, 1981). Sedangkan McWhorter (1992) menyatakan bahwa kegiatan reading dibagi kedalam tiga komponen yaitu pengenalan tanda-tanda yang belum jelas (black marks), korelasi tanda-tanda tersebut dengan elemen-elemen bahasa formal dan selanjutnya hubungan antara hasil dengan makna. Sehingga dalam kegiatan reading ada proses pengenalan tanda-tanda atau simbol-simbol yang mengantarkan pembaca kedalam pemahaman.
Pemahaman reading adalah suatu proses pemerolehan pengenalan kata secara akurat antara kemampuan untuk mengingat kembali tujuan makna khusus. Atau mengasosiasikan kembali makna suatu konstruk atau konsep yang benar didapat dengan jelas dan dipresentasikan dan dievaluasi secara kritis, diterima dan diaplikasikan ataupun ditolak. Ini berarti bahwa memahami,mengevaluasi dan menggunakan informasi dan ide-ide yang didapat melalui interaksi antara pembaca dan penulis (Smith, 1980).
Dalam pemahaman reading, dikenal jenis-jenis reading sesuai dengan tujuannya dan berbagai strategi reading seperti: reading untuk informasi, reading untuk tujuan tertentu, reading untuk kesenangan, reading efektif, reading survey dan reading intensif; reading skip, reading top down, reading bottom up, dan reading scan.
D. Belajar Kognitif
De Block dalam Winkel (2004) mengemukakan bahwa ciri khas belajar kognitif terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan suatu bentuk representasi yang mewakili semua obyek yang dihadapi. Obyek yang dihadapi direpresentasikan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang yang bersifat mental. Semakin banyak tanggapan dan gagasan dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam internal-kognitif orang itu. Kemampuan kognitif ini harus dikembangkan melalui belajar. Ada dua aktivitas kognitif menurut De Block, yaitu mengingat dan berpikir. Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetaahuannya berasal dari masa yang lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh di masa lampau. Ada dua bentuk mengingat yang paling menarik perhatian, yaitu mengenal kembali (rekognisi) dan mengingat kembali (reproduksi). Dalam mengenal kembali, orang berhadapan dengan suatu obyek, orang tahu bahwa obyek yang dijumpainya pada masa lampau. Dalam mengenal kembali, orang berhadapan dengan suatu obyek dan pada saat itu dia menyadari bahwa obyek itu pernah dijumpainya dalam masa lampau.
Dalam aktivitas mental berpikir, manusia berhadapan dengan obyek-obyek yang diwakili dalam kesadaran, tidak lansung menghadapi obyek-obyek secara fisik seperti terjadi dalam mengamati suatu dengan melihat, mendengar, atau meraba. Dalam berpikir, obyek hadir dalam suatu representasi seperti tanggapan, pengertian (konsep), dan lambang verbal.
Van Parreren dalam Wingkel(2004) mengembangkan sistematika bentuk belajar kognitif sebagai berikut:
1.        Belajar insidental
Orang yang belajar insidental tidak mempunyai maksud untuk mempelajari hal itu, khususnya pengetahuan mengenai fakta atau data.
2.        Menghafal
Orang menanamkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksi kembali. Ciri khas dari kemampuan/hasil belajar yang diperoleh ialah reproduksi dengan adanya skema kognitif. Orang akan sangat tertolong dalam menghafal, bila ia membentuk suatu skema kognitif dengan memperhatikan makna atau arti yang terkandung dalam materi hafalan atau dengan menciptakan sendiri suatu skema kognitif. Cara lain yang dapat mempermudah menghafal ialah mengulang-ulang kembali materi hafalan sampai tertanam sungguh-sungguh dalam ingatan.
3.        Belajar Pengetahuan
Dalam bentuk belajar ini, orang mulai mengetahui berbagai macam data mengenai kejadian, keadaan, benda-benda, dan orang. Ciri khas dari kemampuan/hasil belajar yang diperoleh adalah orang dapat merumuskan kembali pengetahuan yang dimiliki dengan kata-kata sendiri. Hasil belajar pengetahuan ini akan bersifat fungsional jika bisa menghubungkan antara fakta yang satu dengan yang lain.
4.        Belajar arti kata-kata
Dalam bentuk belajar ini, orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Suatu pengertian (konsep) dapat diperoleh lebih dahulu, baru kemudian diberi sebuah nama berupa kata.
5.        Belajar konsep (pengertian)
Dalam bentuk belajar ini, orang mengadakan abstraksi. Pengertian (konsep) adalah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Ciri khas dari konsep yang diperoleh sebagai hasil belajar adalah adanya skema konseptual. Skema konseptual adalah suatu keseluruhan kognitif yang mencakup semua ciri khas yang terkandung dalam suatu pengertian.
6.        Belajar memecahkan masalah melalui pengamatan
Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada masalah yang harus dipecahkan dengan mengamati baik-baik. Pengamatan yang diteliti dan reorganisasi terhadap unsur-unsur dalam problem akan melahirkan suatu pemahaman yang membawa ke pemecahan problem.
7.        Belajar berpikir
Dalam belajar berpikir, orang dihadapkan pada suatu problem yang harus dipecahkan, namun tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan. Problem yang dihadapi harus diselesaikan dengan operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta suatu metode bekerja tertentu.
8.        Belajar untuk belajar
Makna bentuk belajar untuk belajar jauh lebih luas daripada semua bentuk belajar yang telah dibahas dan mencakup banyak unsur dari bentuk-bentuk lain. Bentuk belajar ini paling tampak jelas dalam belajar disekolah, dengan mengamati perbedaan-perbedaan siswa dalam kemauan belajar. Bukan hanya berdasarkan intelegensi, namun yang perlu diperhatikan dalah apa yang diperbuat oleh siswa untuk lebih cepat dan lebih baik. Semua siswa dapat menemukan ciri belajarnya sendiri yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan mutu belajarnya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk belajar berpikir dan belajar untuk belajar yang telah mencakup unsur dari bentuk lain pada belajar kognitif yang akan dijadikan salah satu acuan dalam memahami materi pelajaran pada penelitian ini. Kemampuan menghafal, mengelompokkan, membuat peta konsep, cara belajar penuh kesadaran, sistematis merupakan aspek dari strategi kognitif yang juga dapat diajarkan pada siswa dengan kemampuan intelegensi yang kurang.
E. Strategi Kognitif
     Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1997), strategi adalah rencana cermat untuk mencapai sasaran khusus. Jones (1987) berpendapat bahwa strategi adalah prosedur-prosedur spesifik atau cara-cara dalam melaksanakan kecakapan-kecakapan yang diberikan. Senada ddengan pengertian itu, Sanjaya (2007) menegaskan bahwa strategi menunjuk pada sebuah perencanaan atau pelaksanaan untuk mencapai sesuatu. Jadi berdasarkan beberapa pengertian diatas, strategi adalah sisat, prosedur-prosedur, atu kiat-kiat dalam melaksanakan sesuatu untuk memperoleh hasil sesuai dengan perencanaan.
Nur (2004) menyatakan bahwa strategi-strategi belajar mengacu pada prilaku dan proses-proses berpikir yang digunakan oleh siswa mempengaruhi apa yang dipelajari, termasuk proses memori dan metakognitif. Strategi-strategi belajar dinamai strategi-strategi kognitif, sebab strategi-strategi tersebut lebih dekat pada hasil belajar kognitif daripada tujuan-tujuan belajar prilaku.
Sedangkan menurut Slameto (2003), strategi kognitif merupakan organisasi keterampilan  internal yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan ke dunia luar dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta mememrlukan perbaikan-perbaikan secara terus menerus. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi kognitif yang dmaksud adalah prosedur-prosedur yang dilakukan individu dalam menangani aktivitas belajar dan berpikirnya sendiri.
Berikut adalah beberapa macam strategi-strategi kognitif yang diuraikan oleh Arends (Terjemahan oleh Nur, 2004) yang digunakan dalam memahami materi:
1.      Strategi mengulang
Strategi ini terdiri dari dua jenis, yakni mengulang sederhana dan mengulang kompleks.
Mengulang sederhana dilakukan dengan cara mengulang paling dasar, yakni sekedar mengulang dengan keras atau dengan pelan informasi yang ingin kita hafal. Misalnya menghafal nomor telepon secara berulang-ulang sehingga informasi itu dapat disimpan da dalam memori jangka pendek.
Mengulang kompleks diperlukan dalam penyerapan bahan lebih kompleks dengan melakukan upaya jauh dari sekedar mengulang informasi. Misalnya: menggarisbawahi ide-ide kunci dan membuat catatan pinggir. Menggarisbawahi membantu siswa belajar lebih banyak dari teks karena ide-ide kunci membuat pengualangan dan penghafalan lebih cepat dan efisien. Proses pemilihan apa yang digarisbawahi membantu dalam menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah ada.
Strategi mengulang, khususnya mengulang kompleks, membantu siswa memperhatikan informasi baru yang spesifik. Membuat pengulangan dan penghafalan lebih cepat dan lebih efisin, membantu menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah ada, dan membantu pengkodean (proses pemindahan informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang)
2.      Elaborasi
Elaborasi adalah penambahan rincian sehingga informasi baru akan lebih bermakna. Strategi elaborasi. Membantu pengkodean dengan menciptakan gabungan dan hubungan antara informasi baru dengan apa yang telah diketahui. Ada tiga elaborasi yang sering dilakukan, yakni pembuatan catatan (rangkuman), penggunaan analogi, dan metode PQ4R.
Pembuatan ringkasan membantu siswa dalam mempelajari informasi secara singkat dan pada menyimpan informasi itu untuk ulangan dan dihafal kelak. Bila dilakukan dengan benar, pembuatan ringkasan juga membantu mengorganisasikan informasi sehingga informasi itu dapat diproses dan dikaitkan dengan pengetahuan yang telah ada secara lebih efektif.
Penggunaan analogi adalah perbandingan yang dibuat untuk menunjukkan kesamaan atau perbedaan antara ciri-ciri pokok suatu benda atau ide-ide.
PQ4R adalah metode yang digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca. P singkatatan dari Preview (membaca selintas dengan cepat), Q untuk Question (bertanya), dan 4R singkatan dari read (membaca), reflect (refleksi), recite (tanya jawab sendiri), dan review (mengulang secara menyeluruh).
3.      Strategi Organisasi
Strategi organisasi dapat terdiri dari pengelompokan ide-ide atau istilah-istilah atau membagi ide-ide atau istilah-istilah itu menjadi subset lebih kecil. Strategi organisasi meliputi outlining, mapping, dan mnemonics
Pada outlining atau membuat kerangka garis besar, siswa menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama. Dalam pembuatan kerangka garis besar tradisional satu-satunya jenis hubungan adalah satu topik kedudukannya lebih rendah terhadap topik lain.
Mapping, kadang-kadang dikenal sebagai peta konsep, merupakan suatu alternatif selain outlining. Pembuatan peta konsep dilakukan dengan membuat suatu sajian visual atau diagram tentang bagaimana ide-ide penting atas suatu topik tertentu dihubungkan satu sama lain.
Mnemonic membentuk suatu kategori khusus dan secara teknis dapat diklarifikasikan sebagai salah satu strategi, elaborasi dan organisasi. Suatu mnemonic membantu untuk mengorganisasikan informasi yang mencapai memori kerja dalam pola yang dikenal sedemikian rupa sehingga informasi tersebut lebih mudah dicocokkan dengan pola skema di memori jangka panjang.
F. Belajar Kognitif Tipe TAI
Model pembelajaran kooperatif TAI (Slavin, 1995) memiliki 8 komponen yaitu:
a.       Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4-5 siswa
b.      Placement Test yakni pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu
c.       Curriculum materials yaitu siswa bekerja secara individu memahami materi kurikulum yang diberikan
d.      Team Study yaitu tahapan tindakan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan
e.       Team Scores and Team Recognition yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan pemberian kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil dalam menyelesaikan tugas
f.       Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok
g.       Fact Test yaitu pelaksanaan test-tes kecil berdasarkan fakta yang di peroleh siswa
h.      Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut.
a.   Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran    secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b.  Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c.   Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa     dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
d.   Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi  kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f.   Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
g.   Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai     peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh Slavin, Nur (2000) menilai bahwa semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
    dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
    kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang
    sama diantara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
    keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara
    individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Masih menurut Nur (2000), ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai
    kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda,
    baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota
    kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan
    kesetaraan jender.
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
G. Strategi Kognitif pada Kooperatif Tipe TAI
     Penelitian ini merupakan kombinasi penerapan strategi kognitif dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Strategi kognitif yang digunakan dalam penelitian ini  menerapkan strategi menggarisbawahi dan membuat catatan pinggir (strategi mengulang dan elaborasi). Menggarisbawahi yang dimaksud adalah menandai kata-kata kunci atau kata-kata baru yang belum dipahami maknanya dari suatu teks bacaan dengan menggunakan garis bawah. Sedangkan catatan pinggir yang dimaksud adalah keterangan atau arti dari kata-kata yang telah digaris bawahi yang dicari dari kamus bahasa inggris yang siswa miliki atau bertanya kepada guru. Siswa kemudian diarahkan untuk mengerjakan LKS yang telah disediakan. Kegiatan ini dilakukan secara individu
Selanjutnya siswa diarahkan untuk membentuk kelompok-kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi  kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok untuk kemudian disatukan sebagai hasil kerja kelompok. Guru berkeliling memeriksa dan membimbing siswa dalam kelompoknya. Siswa selanjutnya diarahkan untuk membuat outlining ataupun mapping (peta konsep) sebagai penerapan strategi kognitif (organisasi). Membuka diskusi dengan menunjuk salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya, kelompok yang lain menanggapi. Pada kegiatan penutup, guru memberikan penghargaan berupa pujian pada kelompok yang kinerjanya bagus kemudian memberikan kuis secara individu.
H. Hasil Penelitian
a. Hasil analisis quantitatif
Hasil analis deskriptif belajar reading siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa pada Siklus II  dapat dilihat bahwa skor rata-rata hasil belajar Bahasa Inggris setelah diadakan tindakan pada Siklus II  adalah 72,10 dari skor ideal  yang mungkin dicapai yakni 100 sedangkan skor terendah yang mungkin dicapai yakni 0. Perolehan skor 100 untuk skor tertinggi 97 dan 57 untuk skor terendah. Standar deviasi yakni 11,606.
b. Hasil analisis qualitatif
            Data komponen yang diamati selama proses belajar siklus I dan II
N0
KOMPONEN YANG DI AMATI
SIKLUS I
SIKLUS II
1
2
3
1
2
3
1
Siswa yang hadir
18
19
19
19
20
20
2
Siswa yang memperhatikan pembahasan  materi pelajaran
14
16
17
18
19
20
3
Siswa yang menerapkan strategi kognitif (menggarisbawahi dan membuat catatan pinggir)
14
15
15
17
19
20
4
Siswa yang mengajukan pertanyaan
5
12
12
13
13
14
5
Siswa yang bertanya kepada temannya
3
5
5
5
6
6
6
Siswa yang aktif bekerja sama dalam kelompok
14
17
17
17
19
19
7
Siswa yang bertanya ke kelompok lain
3
3
2
1
1
-
8
Siswa yang melakukan aktifitas lain
4
4
3
3
3
2
9
Siswa yang aktif dalam diskusi
5
6
6
7
7
8
10
Siswa yang menjawab pertanyaan guru
4
7
8
8
8
9
11
Siswa yang mengajukan tanggapan pada saat pembahasan LKS
2
5
5
6
6
6
12
Siswa yang membuat outlining atau peta konsep
4
5
5
10
14
17
13
Siswa yang mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah
-
5
7
15
17
19
Dari tabel di atas diketahui bahwa kehadiran siswa serta banyaknya siswa yang memperhatikan pembahasan materi pelajaran meningkat dari siklus I ke siklus II. Hal ini menunjukkan adanya kesungguhan siswa dalam menyimak materi pelajaran. Demikian juga siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru ataupun temannya juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II, yang berarti adanya keinginan siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
1.      Analisis Refleksi Siklus I
Di awal penelitian, guru menyampaikan tujuan pembelajaran serta menjelaskan beberapa strategi kognitif yang akan diterapkan. Demikian juga model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Guru selanjutnya membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Kelompok tersebut merupakan kelompok heterogen yang mewakili hasil-hasil akademik, jenis kelamin dan ras. Untuk hasil akademik guru sebagai peneliti telah mengetahui kemampuan mereka berdasarkan nilai hasil belajar bahasa Inggris dari semester sebelumnya. Namun di awal materi mereka belum bergabung dengan kelompoknya karena akan menyelesaikan LKS secara individu.
Pada saat pengerjaan LKS secara individu, masih terdapat siswa yang melakukan aktifitas lain. Mereka lebih cenderung menunggu dan berharap jawaban dari temannya yang akan dilakukan pada kelompoknya nanti. Kegiatan menggarisbawahi dan membuat catatan pinggir juga masih asing bagi siswa. Mereka lebih memilih membuka kamus dan membuat catatan pada buku mereka, alasannya nanti LKS mereka  kotor. Sebenarnya hal ini tidak terlalu bermasalah, hanya saja akan sulit mencocokkan jika teks bacaan berada pada tempat yang terpisah. Pada kegiatan awal ini juga belum ada siswa yang membuat outlining atau peta konsep.
Guru selanjutnya mengarahkan siswa untuk bergabung dengan kelompok yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada kegiatan ini interaksi antar siswa sudah mulai terjalin. Mereka saling mencocokkkan dan mendiskusikan hasil jawaban mereka. Walau demikian juga masih terdapat siswa yang melakukan percakapan lain dengan teman kelompoknya. Juga masih terdapat siswa yang hanya mencontek hasil pekerjaan teman kelompoknya. Pada kegiatan ini, guru membimbing siswa untuk membuat outlining atau peta konsep secara berkelompok karena belum ada siswa yang membawa hasil tersebut ke kelompoknya.
Pada presentasi hasil kerja kelompok, seperti pada pembelajaran biasa hanya siswa yang berkemampuan akademik lebih yang aktif melakukan presentasi. Demikian juga yang memberi pertanyaan atau tanggapan. Siswa lain lebih memilih diam walau tetap mendengar dan memperhatikan kegiatan diskusi temannya.  Guru selanjutnya menyempurnakan dan menyimpulkan jawaban siswa kemudian memberi kuis yang diselesaikan secara individu. Pada saat pemberian kuis, masih ditemukan siswa yang mencontek hasil pekerjaan teman kelompoknya.
Pada akhir siklus I, siswa diberikan tes hasil belajar reading untuk menguji kemampuan mereka atas materi yang telah dibahas. Instrumen yang diberikan adalah teks reading dengan bentuk yang sama (spoof, advertisement dan narrative) dan diusahakan untuk membuat teks yang memiliki kosa kata yang sama semaksimal mungkin dengan teks yang telah diberikan. Pada akhir tiap pertemuan dan akhir siklus I juga diberikan penghargaan kelompok berdasarkan kriteria yang telah ditentukan seperti kerjasama kelompok, skor rata-rata nilai individu kelompok, keaktifan dan kekompakan kelompok.
2.      Analisis Refleksi Siklus II
Setelah merefleksi hasil pelaksanaan siklus I, diperoleh suatu gambaran tindakan yang dilaksanakan pada siklus II ini. Sebagai perbaikan dari tindakan yang telah dilakukan pada siklus I:
a.       Guru memberikan motivasi yang lebih kepada siswa, utamanya kepada tutor kelompok agar dapat membimbing teman mereka yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal
b.      Lebih memperketat pengawasan pada saat pengerjaan LKS secara individu dan memberikan teguran dan bimbingan untuk menyelesaikan sendiri LKS mereka.
c.       Mengarahkan siswa untuk menggarisbawahi dan membuat catatan pinggir pada LKS mereka dan membuat outlining atau peta konsep secara individu
d.      Meminta siswa untuk menghafalkan kosa kata yang telah mereka catat untuk ditanyakan secara random kepada siswa pada pertemuan berikutnya
e.       Mengubah kelompok yang sebelumnya dengan membentuk kelompok baru dimana siswa sendiri yang memilih teman kelompoknya yang bisa di ajak bekerja sama
f.       Mengubah kembali posisi tempat duduk siswa sebelum diadakan kuis untuk meminimalkan kerjasama dengan teman kelompok mereka
Pelaksanaan tindakan sebagai perbaikan dari pelaksanaan siklus I memberikan dampak yang positif terhadap aktifitas siswa. Secara umun hasilnya semakin sesuai dengan yang diharapkan. Siswa yang membuat catatan pinggir mengalami peningkatan, bahkan disaat pertemuan terakhir siklus II semua siswa telah melakukannya. Siswa pada siklus ini lebih memilih langsung bertanya tentang arti kosa kata yang mereka belum tahu kepada guru atau temannya daripada membuka kamus yang mereka miliki. Jumlah siswa yang membuat outlining atau peta konsep pada siklus ini juga mengalami peningkatan, walau masih terdapat siswa yang belum melakukannya.
Perhatian dan motivasi siswa juga mengalami peningkatan ditandai dengan semakin banyaknya siswa yang aktif bertanya pada saat diskusi kelompok dan mencocokkan jawaban mereka. Demikian juga pada saat presentasi, siswa yang biasanya hanya diam saja mulai mampu beradaptasi untuk bertanya dan menjawab pertanyaan kelompok lain pada saat presentasi kelompok. Jalinan kerjasama antar kelompok juga mengalami peningkatan melihat semakin banyaknya siswa yang bertanya kepada teman kelompoknya dan berkurangnya siswa yang bertanya pada kelompok lain. Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa seluruh kegiatan pada siklus II ini mengalami peningkatan dibanding dari siklus I.
Dari hasis analisis kualitatif, terlihat bahwa pada dasarnya penerapan strategi kognitif pada kooperatif tipe TAI dapat memberikan perubahan pada siswa. Siswa telah mulai untuk menerapkan strategi kognitif menggarisbawahi dan membuat catatan pinggir pada lembar kerjanya. Mereka juga telah membiasakan diri menggunakan strategi outlining atau peta konsep. Strategi ini diharapkan dapat dimiliki siswa bukan hanya diterapkan pada pelajaran Bahasa Inggris tapi juga pada mata pelajaran lain pada saat mereka telah terbiasa melakukannya. Hal ini dapat memicu siswa untuk menemukan sendiri strategi belajarnya agar lebih mudah memahami materi pelajaran.
Motivasi dan dan perhatian siswa juga mengalami peningkatan. Siswa lebih aktif untuk mengerjakan LKS untuk dibawa ke diskusi kelompok, sehingga terjalin kerja sama dalam kelompok pada saat pembahasan LKS. Demikian juga pada saat presentasi, pada siklus II siswa lebih antusias untuk bertanya, menjawab dan memberi tanggapan pada saat diskusi. Persaingan positif antar kelompok tampak lebih kental dari pada siklus II.
Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi kognitif pada kooperatif tipe TAI untuk siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa dapat meningkatkan nilai hasil rata-rata dan aktifitas belajar reading Bahasa Inggris.
I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.        Hasil belajar reading  pada siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa setelah menerapkan strategi kognitif pada kooperatif tipe TAI mengalami peningkatan, dilihat dari rata-rata yang diperoleh pada tes akhir Siklus I yaitu sebesar 59,62 sedangkan pada Siklus II sebesar 72,10.
2.        Melalui penerapan strategi kognitif pada kooperatif tipe TAI keaktifan siswa    Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa dalam belajar reading mengalami peningkatan.
3.        Penerapan strategi kognitif pada kooperatif tipe TAI dalam pembelajaran reading dapat menarik minat siswa untuk belajar, sebab mereka dapat mengembangkan cara berfikir mereka sesuai dengan kemampuan masing-masing.
J. Saran
1. Penerapan strategi kognitif pada kooperatif tipe TAI dapat disajikan sebagai satu alternatif dalam melaksanakan pembelajaran reading untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk lebih mengembangkan hasil
penelitiannya dalam skala besar.   



                       

           

 
















DAFTAR PUSTAKA
Abott,dkk. 1981. The teaching of English as an international Languange. A practical guide. Great Britain, Biddles Ltd
Alexander. 1988. Teaching Reading. Boston. Scott Foresmann and Company
Arent, Richard. 1997. Strategi-strategi Belajar, Edisi 2. Terjemahan oleh Nur, Muhammad. 2004. Surabaya: Unesa University Press
Bilafiore,Joseph. 1989. English Languange Art. Amsco School Publication.Inc
Brown, 1987. Reading Power. Lexington. D.C. Health and Company
Burns at all, 1984. Teaching reading in todays elementery school. Boston. Houghton miffin Company
Depdikbud. 1993. Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Djamarah. 2000. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Gagne, Robert. 1975. Prinsip-prinsip Belajar untuk Pengajaran (Essential of Learning for Instruction). (Terjemahan oleh Hanafi dan Manan Tahun 1988). Surabaya: Usaha Nasional
Greenal, 1986. Effective Reading, Reading Skill for Advance Student, Sydney. Cambridge University Press
Jones,Beau Fly,dkk.1987. Strategic Teaching and Learning: Cognitive instruction in the Content Areas. Elmhurs: North Central Regional Educational Laboratory
Kustaryo. 1988. Reading Technique for colllege student. Depdikbud. Direktorat jenjang pendidikan tingg. Proyek pengembangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan.
Nur dkk.(2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA UNIVERSITY PRESS.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Sanjaya,Wina.2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Slameto,2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT.Bina Aksara
Slavin, Robert . (1995). Cooperative Learning Theory, Research, and Practise. Amerika: Ally dan Bacon
Smith dkk. 1980. Teaching children to read. Addison-Wesley Publisher Co.Inc
Sudirman,2001. Interaksi dan motivasi belajar mengajar.Jakarta:Rajawali Press
Wingkel,W.S.2004. Psikologi Pengajaran.Yogyakarta: Media Abadi






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buginese's Proverbs

Kenangan Masa Kecil

SERPIHAN HATI TERPAHAT DALAM KATA