Contoh Proposal PTK
A.
Latar Belakang
Menguasai
bahasa Inggris wajib bagi siswa di setiap jenjang pendidkan di Indonesia. Tuntutan
itu diharapkan mulai dari tingkat SD sampai ke tingkat SLTA. Bedanya hanya pada
penekanannya saja, sesuai umur siswa pada masing-masing tingkatan sekolah. Jika
di tingkat SD upaya pembelajaran bahasa Inggris baru dimulai ketika murid duduk
di kelas IV dan masih menjadi mata pelajaran muatan lokal. Berbeda dengan di
tingkat lanjutan seperti SLTP. Mata pelajaran bahasa Inggris sudah menjadi mata
pelajaran wajib. Bahkan juga telah menjadi mata pelajaran yang diujikan secara
nasional. Sama seperti tiga mata pelajaran lain, yakni Matematika, IPA, dan
IPS. Di tingkat SLTA pun demikian. Mata pelajaran bahasa Inggris juga menjadi
mata pelajaran wajib dan diujikan secara nasional seperti halnya di tingkat
SLTP.
Penguasaan
bahasa Inggris yang demikian penting bagi siswa tidak terlepas dari fungsi
bahasa Inggris itu sendiri. Selain sebagai kunci untuk membuka ilmu pengetahuan
dunia, bahasa Inggris juga menjadi bahasa untuk pergaulan bangsa-bangsa di
dunia. Dengan alasan itu, siswa yang telah menyelesaikan studinya selama
minimal enam tahun, terhitung mulai dari tingkat SLTP sampai SLTA, diharapkan telah mampu
menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi secara aktif. Baik berkomunikasi
dalam bentuk lisan maupun tertulis.
Sayangnya,
tidak banyak sekolah yang berhasil sesuai apa yang diharapkan. Terutama pada
sekolah-sekolah yang fasilitasnya kurang memadai dengan siswa yang sebagian
besar berkemampuan tergolong rendah. Umumnya mereka masih kesulitan
berkomunikasi secara aktif dalam bahasa lisan. Hal ini juga terjadi pada kemampuan
menulis siswa. Menggunakan bahasa Inggris dalam menulis sebagai bahasa sasaran
masih jauh dari harapan. Kasus yang sering terjadi adalah siswa mengalami
kendala pada kemampuan menempatkan kosa kata bahasa sasaran pada posisi yang
tepat. Sekalipun pilihan kata dan konsep dalam ingatan mereka sudah
terorganisasi dengan baik. Akibatnya
pembelajaran bahasa Inggris kurang dapat berhasil dengan baik.
Kondisi
tersebut dialami oleh umumnya siswa SMAN 1 Tompobulu Kabupaten Gowa. Dari
pengamatan penulis, pencapaian siswa pada kemampuan berkomunikasi siswa dengan
menggunakan bahasa Inggris tulis sangat rendah. Sesuai target KKM, nilai 65
masih merupakan target pencapain prestasi yang tinggi bagi siswa. Siswa yang
mampu mencapai angka tersebut masih di bawah 50% dilihat dari perolehan nilai keselurahan
siswa dalam empat kelas.
Dalam
uji coba tersebut, dari empat kelas masing-masing kelas XI IPA 1, XI IPA 2,
kelas XI IPS 1, dan kelas XI IPS 2; penulis memberikan lima komponen penilaian
esai berbentuk narrative, yaitu : 1) isi tulisan, 2) pengorganisasian, 3)
penggunaan bahasa, 4) kosa kata, dan 5) mekanisme penulisan. Dari kelima
kategori penilaian ini umumnya siswa bermasalah pada poin ke-2 sampai ke-5.
Siswa kesulitan mengurutkan dengan benar ide-ide mereka meskipun konsep dan
alur berpikir mereka sudah matang. Demikian juga dalam memilih kosa kata (diksi
kata) yang tepat sesuai dengan apa yang mereka ingin sampaikan, sebelum menempatkannya
pada posisi yang tepat sesuai dengan fungsinya dalam kalimat.
Oleh
karena itu, dalam penelitian ini penulis akan berusaha menguraikan bagaimana
membantu siswa menggunakan bahasa Inggris dalam berkomunikasi dalam bentuk
tulisan. Hal ini dilakukan karena bahasa tulis akan sangat membantu siswa dalam
menulis sesuai bahasa sasaran. Ketika siswa telah memahami dan mampu menuangkan
ide-idenya ke dalam bahasa Inggris dalam bentuk tulisan, ia diharapkan akan
mudah memperoleh pekerjaan suatu saat kelak yang menuntut kemampuan bahasa
Inggris tulis. Selain itu dengan kemampuan yang baik dalam bahasa tulis,
kemampuan berkomunikasi secara liasan akan dapat dipelajari oleh siswa secara
otodidak.
Dalam
upaya membantu siswa, penulis berusaha memadukan dengan salah satu metode
pembelajaran kooperatif tipe Number Head
Together (NHT). Sesuai dengan metode koopertif pada umumnya, metode ini
juga menekankan siswa untuk bekerja secara berkelompok-kelompok, bahkan jika
memungkinkan kelompok-kelompok siswa tersebut berasal dari ras yang berbeda-beda
(Widyantini, 2006). NHT adalah suatu pendekatan
yang dikembangkan Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah
materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek pemahaman siswa
terhadap isi materi pembelajaran tersebut (Muslimin, 2000).
Muslimin
(2000) menyebutkan terdapat empat langkah dalam proses pembelajaran menggunakan
metode NHT, yakni: 1) penomoran, 2)
mengajukan pertanyaan, 3) berpikir bersama, dan 4) menjawab. Keempat langkah
tersebut masing-masing dilakukan secara terstruktur dalam berinteraksi di
kelas.
Berkaitan
dengan hal itu, penulis akan mengkaji lebih jauh bagaimana membantu siswa meningkatkan
prestasinya dalam menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dalam bentuk tulisan
dengan judul, “Peningkatkan kemampuan menulis siswa melalui model pembelajaran
kooperatif tipe NHT)”.
B. Rumusan Masalah
Pencapaian
nilai siswa yang belum mencapai target sesuai KKM yang ditetapkan merupakan
alasan utama dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengajukan satu
pertanyaan mendasar yang diharapkan dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan
menulis mereka. Pertanyaan tersebut adalah, “Apakah penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe NHT
dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan metode pembelajaran
kooperatif tipe NHT dapat
meningkatkan kemampuan menulis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat:
1.
Membantu siswa dalam meningkatkan
kemampuan menulis mereka dalam bahasa Inggris.
2. Menjadi bahan masukan bagi guru dalam
menerapkan metode pembelaran kooperatif yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan
siswa.
3. Menjadi bahan informasi bagi peneliti lain
yang tertarik pada penelitian yang berusaha membantu siswa dalam meningkatkan
kemampuan mereka melalui salah satu metode kooperatif seperti tipe NHT khususnya pada keterampilan menulis.
E. Batasan Penelitian
Penelitian
ini terbatas pada bagaimana menerapkan metode pembelajaran tipe NHT dalam Proses Belajar Mengajar (PBM)
sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa dalam mata pelajaran
bahasa Inggris.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Komponen Penilaian dalam Menulis
Umumnya
prestasi menulis siswa selalu dikaitkan dengan konsistensi penggunaan kata
kerja dan nomor, pengguaan bahasa secara paralel, dan penggunaan tanda baca
serta huruf capital dalam menulis. Komponen penulisan seperti itu telah
dipelajari siswa pada tingkat SD. Demikian juga pada mekanisme penulisan isi
tuliasan, ini sangat penting ketika siswa sudah duduk di tingkat sekolah
menengah atas atau SMA. Siswa telah diharapkan mampu menciptakan sejumlah
tulisan yang lebih panjang dan kompleks, efektif membuat perencanaan yang lebih
tinggi, termasuk merevisi proses menulis sebagai bagian dari kemampuan menulis
siswa yang sangat penting. Seklipun tetap harus mendapatkan bimbingan agar
siswa dapat lebih terbiasa menuangkan ide-idenya dalam menulis. Meskipun demikian,
setidaknya ada tiga komponen penting dalam pembelajaran menulis, yaitu: 1) perencanaan,
2) pengorganisasian tulisan, dan 3) merevisi isi tulisan (http://WETA/LD.com, 2010).
Membuat
tulisan yang baik perlu adanya desain perencanaan sebagaimana yang dikemukakan
oleh Gauntlet (2001) sebagai berikut:
1. Penulis perlu menekankan pada
pengenalan (introduction) apa yang
akan ditulis
Sangat
mungkin apa yang akan disampaikan harus didasarkan pada interpretasi sebuah pertanyaan.
Oleh karena itu, penulis perlu menyatakan pengenalan isu sebagai sebuah alasan
yang nantinya akan diuraikan lebih jauh, apakah melalui ilustrasi atau
eksplorasi, sekalipun pada akhir tulisan akan dimuat temuan oleh penulis.
Sehingga mengenalkan pertanyaan di awal tulisan dalam bentuk permasalahan perlu
dilakukan.
2. Penulis mempertegas kesimpulan apa yang akan
dihasilkan sebagai konsekuensi logis dari semua yang pernah terjadi sebelumnya
Tulisan
yang baik adalah tulisan yang telah mengembangkan seuntaian hubungan dimana
terjadi kepaduan dengan kesimpulan secara bersama. Dapat juga dengan memuat
lebih banyak hal, termasuk yang hal – hal yang baru dan mencengankan serta
bumbu-bumbu tulisan untuk memperkaya khasanah penulisan di bagian akhir penulisan.
3. Penulis perlu memperhatikan antara
bagian introduction dan kesimpulan
Pada
bagian ini, penulis perlu mengorganisasikan materi yang akan dimuat mulai
memberi batasan pada materi itu, sub-materi atau argument, dan selanjutnya pada
urutan-urutan yang logis. Semua bagian tulisan perlu saling mendukung, atau
paling tidak mengikuti urutan dengan alasan yang jelas yang mana harus
mendahului yang lainnya, jelas dan terarah, dan secara keseluruhan menarik
minat pembaca, serta kesimpulannya cemerlang.
Dari
uraian di atas, penulis menilai bahwa untuk menghasilkan tulisan yang baik
tidak terlepas dari kemampuan seorang penulis dalam menguraikan suatu
permasalahan dengan logis dan terarah. Alur pemikirannya jelas mulai dari
mengenalkan isu pada bagian pendahuluan, uraian isi tulisan, dan penulisan
kesimpulan yang padu yang tidak terlepas dari ide awal (isu) dan uraian isi
tulisan.
Sesuai
dengan pengamatan penulis di bagian latar belakang tulisan ini, penelitian ini
akan didasarkan pada kelima komponen kemampuan menulis siswa, yaitu: 1) isi
tulisan, 2) pengorganisasian tulisan, 3) penggunaan bahasa, 4) kosa kata, dan
5) mekanisme penulisan.
1. Pengertian model pembelajaran
kooperatif
Model pembelajaran
kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan
kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Widyantini, 2006).
Menurut Nur (2005), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya
struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas,
struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif
berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan model
pembelajaran lain. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan
mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar
akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari
temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
1. Unsur-unsur
dasar pembelajaran kooperatif
Pembelajaran
kooperatif merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang
saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah
adanya: (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3)
akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar
pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan (Abdurrahman dan
Bintoro dalam Nurhadi, 2004).
a.
Saling
ketergantungan positif
Dalam pembelajaran
kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling
membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan
saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif menuntut adanya
interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi
untuk meraih hasil yang optimal.
b.
Interaksi
tatap muka
Interaksi tatap
muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga
mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan
sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling
menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi
semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar
dari sesamanya.
c.
Akuntabilitas
individu
Pembelajaran
kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian,
penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran
secara individual. Hasil penilaian
secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada
kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang
memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.
Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan
karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan kontribusi demi kemajuan
kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua
anggota kelompok secara individual inilah yang dimaksud dengan akuntabilitas
individual.
d.
Keterampilan
menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran
kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap
teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran
logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara
sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak
hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
2. Tujuan pembelajaran
kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan
tujuan pembelajaran konvensional yang menerapkan sistem individualistik maupun
sistem kompetitif. Tujuan pembelajaran kooperatif menurut Slavin (1995) adalah
menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi
oleh keberhasilan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim dkk
(2000) sebagai berikut:
a.
Hasil
belajar akademik
Pembelajaran
kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial. Namun demikian, menurut
Ibrahim dkk (2000), pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Para ahli mengemukakan bahwa model
ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Struktur
penghargaan pada pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian
siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil
belajar. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik
pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan
tugas-tugas akademik.
b.
Penerimaan
terhadap perbedaan individu
Tujuan lain dari
model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda
ras, budaya, kelas sosial maupun kemampuan. Allport (dalam Ibrahim, 2000)
mengemukakan bahwa kontak fisik di antara orang-orang yang berbeda ras atau
kelompok etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide.
Pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa yang berbeda latar belakang dan
kondisi untuk bekerja saling bergantung satu dengan yang lain atas tugas-tugas
bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk
menghargai satu dengan yang lain.
c.
Pengembangan
keterampilan sosial
Keterampilan sosial
amat penting untuk dimiliki oleh masyarakat. Banyak kerja orang dewasa sebagian
besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di
dalam masyarakat yang secara budaya beragam. Atas dasar itu Ibrahim (2000)
mengemukakan bahwa tujuan penting yang lain dari pembelajaran kooperatif adalah
untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
3. Peran guru
dalam pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan
relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Menurut Nurhadi (2004) berbagai
peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut.
1.
Merumuskan
tujuan pembelajaran;
2.
Menentukan
jumlah anggota dalam kelompok belajar;
3.
Menentukan
tempat duduk siswa;
4.
Merancang
bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif;
5.
Menentukan
peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif;
6.
Menjelaskan
tugas akademik;
7.
Menjelaskan
kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama;
8.
Menyusun
akuntabilitas individual;
9.
Menyusun
kerja sama antar kelompok;
10.
Menjelaskan
kriteria keberhasilan;
11.
Menjelaskan
perilaku siswa yang diharapkan;
12.
Memantau
perilaku siswa;
13.
Memberikan
bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas;
14.
Melakukan
intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama;
15.
Menutup
pelajaran;
16.
Menilai
kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa;
17.
Menilai
kualitas kerja sama antar anggota kelompok.
4. Langkah-langkah
atau fase dalam pembelajaran kooperatif
Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran
kooperatif (Arends, 2001:332). Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum
dalam tabel berikut ini:
Tabel 1. Langkah-langkah
model pembelajaran kooperatif
Fase
|
Kegiatan Guru
|
Fase1:
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
|
Fase 2:
Menyajikan informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa,baik dengan peragaan (demonstrasi)
atau teks
|
Fase3: Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar
|
Guru menjelaskan siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan secara efisien
|
Fase 4:
Membantu kerja kelompok dalam
belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas
|
Fase 5:
Mengetes materi
|
Guru mengetes materi pelajaran atau kelompok menyajikan hasil-hasil
pekerjaan mereka
|
Fase 6:
Memberikan penghargaan
|
Guru memberikan cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok
|
5. Penilaian
dalam pembelajaran kooperatif
Penilaian dalam
pembelajaran kooperatif, didasarkan atas skor individu dan skor kelompok. Skor
kelompok didasarkan pada peningkatan skor anggota kelompok dibandingkan skor
yang telah diperoleh sebelumnya. Sesegera mungkin setelah kuis guru menghitung
skor peningkatan individu dan skor kelompok dan mengumumkan skor kelompok
secara tertulis di papan pengumuman atau cara lain yang sesuai. Hal ini membuat
hubungan antara bekerja dengan baik dan menerima pengakuan jelas bagi siswa,
meningkatkan motivasi mereka untuk melakukan yang terbaik. Adapun pedoman untuk menghitung skor peningkatan
individual mengacu pada Tabel 2.
Tabel 2. Menghitung skor peningkatan individual
Skor Kuis Akhir
|
Nilai Peningkatan
|
o Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
o Sepuluh sampai 1 poin di bawah skor dasar
o Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar
o Lebih 10 poin di atas skor dasar
o Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar)
|
5 poin
10 poin
20 poin
30 poin
30 poin
|
Sumber:
Nur, 2005
Pengakuan kepada prestasi kelompok. Segera setelah menghitung skor untuk setiap siswa dan
menghitung skor kelompok, guru hendaknya mempersiapkan semacam pengakuan kepada
tiap kelompok yang mencapai peningkatan. Untuk menghitung skor dan penghargaan
kelompok digunakan kriteria seperti pada
Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria penghargaan kelompok
Nilai rata-rata Kelompok
|
Penghargaan
|
5 < X ≤ 15
|
Baik
|
15 < X
25
|
Hebat
|
25 < X
30
|
Super
|
Sumber:
Nur, 2005
6. Pendekatan struktural Numbered Heads Together (NHT)
Pendekatan
struktural adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran kooperatif, yang
dikembangkan oleh Spencer Kagen dkk. (Muslimin, 2000). Pendekatan ini
menekankan penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan Kagen ini dimaksudkan sebagai
alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, dimana guru
mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberikan jawaban setelah
mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan Kagen ini
menghendaki siswa untuk bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih
dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individu.
Numbered Heads Together
adalah suatu pendekatan yang dikembangkan Kagen untuk melibatkan lebih banyak
siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek
pemahaman siswa terhadap isi materi pembelajaran tersebut (Muslimin, 2000).
Terdapat empat langkah dalam pembelajaran struktural NHT (Muslimin, 2000).
Langkah-langkah
tersebut sebagai berikut:
1. Penomoran,
guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada setiap
anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
2. Mengajukan pertanyaan,
guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa.
3. Berfikir bersama,
siswa menyatukan pendapat tentang jawaban pertanyaan, dan meyakinkan tiap
anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. (Peneliti menerjemahkan
menyatukan pendapat, mulai dari proses sampai diperoleh jawaban akhir/ produk).
4. Menjawab,
guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai
mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh
kelas.
Berdasarkan
pada empat langkah pokok pembelajaran struktural NHT di atas, penulis menjabarkan kegiatan pembelajaran kooperatif
pendekatan struktural NHT sebagai
berikut.
Tabel
4. Penjabaran proses pembelajaran kooperatif NHT
Langkah
NHT
|
Proses pembelajaran
|
Langkah 1
(penomoran).
|
Pendahuluan
1.
Diawali dengan membagi siswa ke dalam kelompok (4-5) dan setiap anggota kelompok diberi
nomor.
2.
Menginformasikan materi yang akan dibahas.
3.
Menyampaikan tujuan pembelajaran dan
pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan.
4.
Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu
tentang materi yang akan dibahas.
|
Langkah 2 (mengajukan
pertanyaan).
|
Kegiatan inti
5.
Menjelaskan materi
secara sederhana
6.
Mengajukan pertanyaan secara klasikal
|
Langkah 3 (berfikir bersama)
|
7.
Memikirkan
pertanyaan yang diajukan oleh guru.
8.
Menyatukan
pendapat dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan, dan memastikan setiap
anggota kelompok mengetahui jawabannya.
Contoh teknik pelaksanaan untuk kelompok dengan 4
anggota.
Untuk mengerjakan soal/pertanyaan yang diajukan oleh
guru, siswa label 1 berpasangan dengan siswa label 2, siswa label 3
berpasangan dengan siswa label 4. Setelah selesai, baru mereka diskusikan
secara kelompok (4 orang). Hasil (4 orang) tersebut merupakan hasil diskusi
kelompok.
|
Langkah 4
(menjawab)
|
9.
Guru memanggil salah satu nomor dari salah satu
kelompok secara acak, siswa yang dipanggil mengacungkan tangan, dan menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru.
|
Lanjutan Tabel 4.
Langkah
NHT
|
Proses pembelajaran
|
Langkah 4
(menjawab)
|
10. Siswa label sama, (kelompok lain) menanggapi, guru
memimpin diskusi
11.
Guru memberikan komentar terhadap presentasi hasil
diskusi kelompok. Jika ada kelompok yang menjawab benar, guru memberikan
pujian (pada kelompok dan individu), tetapi jika belum ada hasil diskusi
kelompok yang benar, guru menawarkan kepada seluruh kelompok, siapa yang
berani merangkum/memperbaiki jawaban.
(atau menunjuk kelompok terbaik & guru memberikan bimbingan).
12.
Memberi kesempatan siswa mencatat jawaban yang
sudah benar.
|
|
Penutup
13.
Umpan balik.
14.
Membimbing siswa menyimpulkan materi.
15.
Memberi tes
individu dan PR
|
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Setting
Penelitian
Pelaksanaan penelitian
ini akan dilakukan di SMA Negeri 1 Tompobulu selama 3 bulan yakni dari bulan
Februari sampai April 2012.
Subyek
penelitian adalah siswa kelas XI IPS2 SMA Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa
Tahun Pembelajaran 2011-2012 sebanyak 21 orang yang terdiri dari 11 orang
laki-laki dan 10 orang perempuan.
B.
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini terdiri
atas dua siklus, setiap siklus terbagi atas perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan evaluasi, dan refleksi.
Secara
rinci, pelaksanaan prosedur penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Kegiatan
Siklus Pertama
Siklus I dilakukan 4 kali pertemuan atau
8 jam pelajaran dengan alokasi waktu 8 x
45 menit. Pertemuan 1 sampai pertemuan ke-3 dialokasikan untuk proses
belajar mengajar dan pertemuan ke-4 untuk melaksanakan tes akhir Siklus I.
Berikut tahapan kegiatan Siklus I, yaitu :
a. Tahap
Perencanaan
Pada
tahap perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a)
Menelaah
Kurikulum Bahasa Inggris SMA Kelas XI Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2011/2012.
b) Membuat
rencana pembelajaran untuk setiap pertemuan
c) Membuat
lembar observasi untuk melihat bagaimana keaktifan siswa pada saat proses
belajar mengajar berlangsung.
d) Membuat
instrumen hasil belajar siklus I
b. Tahap
Pelaksanaan Tindakan
Pada saat pelaksanaan
tindakan untuk siklus I, dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Memberikan
motivasi dan menyampaikan prosedur model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
b) Menyampaikan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan materi yang akan dipelajari
c) Meminta
siswa untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
d) Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari 4-5 orang dari 6
kelompok sesuai jumlah siswa dalam satu kelas. Masing-masing anggota kelompok untuk
setiap kelompok diberikan nomor (label) dari angka 1 sampai 5.
e) Menjelaskan
materi secara sederhana yaitu terfokus pada contoh-contoh kriteria tulisan yang
telah disiapkan sebelumnya oleh peneliti untuk membantu siswa memahami kelima
kriteria tulisan yang diharapakan.
f) Mengajukan
pertanyaan secara klasikal yaitu mengajak siswa untuk menemukan kelima kriteria
yang dimaksud dalam tulisan yang berkisar 200 – 300 kata.
g) Siswa
memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh guru yaitu mengeksplorasi pemahaman
siswa tentang kelima kriteria penulisan.
h) Menyatukan
pendapat dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan (sesuai kelima kriteria
tulisan yang diharapkan), dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui
jawabannya. Dalam hal ini setiap siswa dalam satu kelompok menguraikan satu
topik dalam tulisan. Selagi mereka bekerja, mereka boleh saling bertukar
pikiran sesama kelompok sesuai topic masing-masing. Sebelum menuju ke tahap
berikutnya, guru terlebih dahulu berkeliling mengecek hasil kerja siswa untuk
memastikan kebenaran pemahaman siswa terhadap kelima kriteria penulisan.
i)
Memanggil salah satu nomor dari salah
satu kelompok secara acak, siswa yang dipanggil mengacungkan tangan, dan
menjawab pertanyaan (pertanyaan yang dijawab sesuai kelima kriteria penulisan
yang telah dikerjakan sendiri oleh siswa).
j)
Pemberian kuis untuk mengukur skor
peningkatan individu dan kelompok (sesuai table 2 dan 3)
k) Memberi
penghargaan berupa pujian kepada kelompok yang anggotanya aktif dan memahami
materi selama pembelajaran berlangsung.
c.
Tahap
Observasi dan Evaluasi
Selama proses pembelajaran
berlangsung, penulis dibantu satu orang yang bertindak sebagai observer
(kolaborator), yaitu dengan mengisi lembar observasi yang memuat keaktifan
siswa, siswa yang aktif dalam pelajaran, siswa yang mengajukan pertanyaan,
tanggapan, yang menjawab pertanyaan, meminta bimbingan guru, dan hal-hal lain
yang tidak seharusnya dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada
akhir siklus ini juga diadakan tes tertulis untuk mengukur hasil belajar selama
siklus I.
d.
Tahap
Refleksi
Hasil yang didapatkan dalam tahap
observasi dan evaluasi selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan
menggunakan statistik deskriptif dan analisis kualitatif. Demikian pula pada
tahap evaluasinya, apakah kegiatan pembelajaran telah dapat meningkatkan
kemampuan siswa. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan
dipergunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan siklus berikutnya.
2.
Kegiatan
Siklus II
Langkah-langkah yang dilakukan pada
siklus II relatif sama dengan perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus
I, namun pada beberapa langkah dilakukan perbaikan dan penyempurnaan atau penambahan
tindakan sesuai dengan kenyataan yang ditemukan. Tahap-tahap kegiatannya adalah
sebagai berikut:
a.
Tahap Perencanaan
Tahap Perencanaan dilakukan pada tahap ini adalah pelaksanaan tindak
lanjut dari siklus I. Hal-hal yang dilakukan adalah merumuskan tindakan
selanjutnya berdasarkan hasil refleksi siklus I. Kegiatan yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
a)
Memfokuskan
materi menulis pada bagian yang perlu mendapat perhatian
b)
Membuat
lembar observasi siswa untuk melihat keaktifan selama proses pembelajaran
berlangsung.
c)
Menyiapkan
instrumen tes akhir siklus II
b.
Tahap Pelaksanaan Tindakan
Siklus II
merupakan perbaikan dari siklus I, dilaksanakan selama 4 kali pertemuan.
Pertemuan 1 sampai pertemuan ke-3 dialokasikan pada proses belajar mengajar,
sedangkan pertemuan ke-4 untuk melaksanakan tes akhir siklus II
c.
Tahap Observasi dan Evaluasi
Pada tahap ini proses observasi dan
pencatatan selama kegiatan proses belajar mengajar berlangsung, pencatatan
dengan mengisi lembar observasi. Pada akhir siklus ini, siswa diberikan
kesempatan untuk memberikan tanggapan secara tertulis tentang pelaksanaan proses pembelajaran serta
diadakan tes tertulis untuk mengukur hasil belajar selama siklus II.
d. Tahap
Refleksi
Hasil yang diperoleh pada tahap
observasi dan evaluasi dikumpulkan dan di analisis secara kuantitatif dengan
menggunakan statistik deskriptif dan analisis kualitatif. Selanjutnya diadakan
analisis reflektif untuk membuat rangkuman hasil penelitian dan saran-saran
serta masukan dari siswa sebagai rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait.
C. Teknik Pengumpulan Data
Data hasil penelitian dikumpulkan dengan cara:
1.
Observasi,
yaitu hasil rekaman proses pembelajaran berupa keberhasilan dan kelemahan pelaksanaan tindakan.
2.
Data
hasil belajar siswa tentang kemampuan menulis ekposisi.
3.
Data tentang keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah unjuk kerja menulis siswa dan lembar observasi. Tes
menulis siswa untuk mengetahui sejauh mana peningkatan belajar siswa dalam
menulis esai eksposisi sedangkan lembar obsevasi untuk mengetahui keaktifan
siswa dalam belajar.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data
yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Deskriptif
kuantitatif digunakan untuk menganalisis data tentang hasil belajar siswa
sedangkan kualitatif digunakan untuk menganalisis data tentang hasil observasi
dan tanggapan siswa.
Untuk
mengetahui nilai setiap siswa digunakan rumus sabagai berikut:
N
=
N
= nilai
P
= skor perolehan
Q
= skor maksimal
Untuk jenis analisis
data kuantitatif digunakan kategorisasi skala lima yang ditetapkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai berikut:
TABEL 3.1.
Kategori Skala Lima Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
NO
|
NILAI
|
KATEGORI
|
1
|
0-34
|
Sangat rendah
|
2
|
35-54
|
Rendah
|
3
|
55-64
|
Sedang
|
4
|
65-84
|
Tinggi
|
5
|
85-100
|
Sangat tinggi
|
TABEL 3.2 Rubrik Penskoran untuk Kelima Kriteria
Variabel Penilaian Tulisan
NO
|
Nama
|
IT
|
PT
|
PB
|
KK
|
MP
|
ū
|
Kategori
|
1
2
3
.
.
.
21
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ū
|
|
|
|
|
|
|
|
N =nilai siswa setiap item
Ū = skor rata-rata
X = skor maksimal
IT = isi
tulisan
PT = pengorganisasian
tulisan
PB = penggunaan bahasa
KK
= kosa kata
MP = mekanisme tulisan
F. Indikator
Keberhasilan
Indikator
keberhasilan dalam penelitian ini ditandai dengan meningkatnya hasil belajar
siswa dari siklus I dan siklus II serta tercapainya Kriteria Ketuntasan
Minimal. Adapun KKM SMA negeri 1 Tompobulu adalah 65. Model pembelajaran ini
dianggap berhasil jika 75% siswa telah mencapai KKM.
Disamping
itu terjadi perubahan perilaku siswa terhadap pembelajaran. Mereka semakin
aktif dalam pembelajaran.
Daftar
Pustaka
Arends. R.I.2001. Learning to Teach (5th ed.). Boston: McGraw-Hill
David, Gauntlett. 2001. Essay-Writing: The Essenstial Guide.
Diakses dari www.david@theory.org.uk.
Tanggal 3-12-2011.
Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: UNESA University
Press
Nur, M. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan
Pendekatan Konstruksivis Dalam Pengajaran. Surabaya: UNESA
Nurhadi. 2004.
Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Malang
Slavin, R.E. 1995. Cooperatif Learning: Theory, Research, and Practice (2nd ed.).
Boston: Allyn and Bacon
Diakses dari http://WETA/LD
OnLine works in association with the
National Joint Committee on Learning Disabilities, tanggal 3-12-2011.
Widyantini,
Th. 2006. Model Pembelajaran Matematika
dengan Pendekatan Kooperatif.Yogyakarta: PPPG Dirjen PMPTK Depdiknas
Komentar
Posting Komentar
Only positif comment will be apreciated