SENANDIKA RAMADHAN: CAHAYA TOLERANSI DALAM PELITA RAMADHAN

 Gaduhnya Ramadhan Tak Berarti Perpecahan

Karya: Hasyim

Sayup-sayup suara gentongan dan alat pemantik bunyi lainnya dari kejauhan. Semakin lama semakin jelas terdengar. Perpaduan bunyi berbagai alat ditabuh hingga membentuk pola irama meski tak seindah alat musik yang tertata. Dalam dekapan gemerlap pelita Ramadhan aku terjaga betapa indah bulan suci ini kembali menyapa. Agak mengusik juga gaduh namun tak membuat hatiku marah ataupun terganggu. 

Aku hanyut menikmati ekspresi pemuda bersuka hati menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Aku paham tidak ada protes.  Kawan Nasrani pun tak berkeberatan dengan bunyi-bunyi perpaduan alat yang seadanya. Keberagaman di kompleks perumahan telah terjalin dalam bentuk kebersamaan yang indah. 

Ramadhan datang dengan toleransi yang tinggi. Tak mesti kutampakkan aku berpuasa. Namun perilakuku takkan boleh tercelah walau sekecil apapun. Sebab aku terikat dengan persaksian suci kepada Tuhanku. Berbaur dengan kawan Nasrani pun sama, tak perlu aku tunjukkan aku sedang berpuasa. 

Esensi puasa membentukku menjadi seorang hamba yang bertaqwa kepada Rabku dan berperilaku baik terhadap sesama.

Hatiku Tersayat Atas Deritamu Saudaraku

Karya: Hasyim

Riak sesak nafasku terusik. Ramadahan datang di saat Negeri para Nabi porak-poranda. Aku menggugat batinku, inikah aku hadir sebagai bagian dari mereka sebagai saudara? Apakah aku masih layak menjadi saudaranya? Aku hanya bisa menghela nafasku dari kejauhan menyaksikan pertunjukan genosida tanpa ampun. Aku bener-benar berada di titik terndah yang mengaku sebagai saudaranya.

Aku tengah berbahagia dengan datangnya bulan suci Ramadhan. Meski pada saat yang sama saudara seimanku jauh di sana berada di ujung tanduk. Pembasmian atas jiwa-jiwa tak berdosa setiap saat masih saja terjadi. Sementara aku hanya dapat merenung betapa telah hilangnya toleransi antar bangsa ini. 

Andai aku dalam posisinya, air mata, darah dan keputusasaanlah menyelimuti hidup ini. Bagaikan satu tubuh hatiku serasa teriris, tersayat, namun tak mampu berbuat apa-apa. Aku hanya dapat berdoa untuk mereka. Dalam dekap malam yang sunyi dengan lirih aku berdoa semoga yang Kuasa mengangkat penderitaan mereka. Sejatinya di Ramadhan ini mereka berbahagia layaknya aku dan semua.

Senyum Indah di Bulan Suci Ramadhan

Karya: Hasyim

Pesona bulan suci Ramadhan memenuhi jiwaku. Dalam setiap tahunnya aku merasakan betapa sang pencipta memberikan kesempatan padaku untuk bertaubat yang begitu luas. Pada setiap malamnya pintu pengampunan senantiasaa terbuka untukku. Aku yakin akan janji Rabku dengan datangnya bulan Ramadhan. Kehadirannya bagai pelita bagiku untuk semangat dan berbagi.

Ketika tiba saatnya aku harus berbagi dengan zakat fitrah atau pun bersedekah, tak terbatas hanya bagi saudara seiman. Aku dapat marasakan dengan batinku kebahagiaan memenuhi segenap jiwaku sebagai hamba yang bersyukur. 

Aku tidak perlu tahu siapa dan apa latar belakang mereka. Aku hanya yakin berbagi itu adalah kemuliaan yang dapat membersihkan diri dan hartaku yang Tuhan titipkan padaku. 

Menghadirkan senyum dan kebahagian dengan berbagi di bulan suci Ramadhan membuatku sadar akan nilai diriku dihadapan-Nya. Suatu rasa yang sama saat senyum ceriaku berbuka bersama di kelas dengan rekan mengajar meski tidak semua seiman. 

Bulan Ramadhan yang suci benar menjadi pelita dalam hidupku dengan makna yang sesungguhnya.

Mengokohkan Persaudaraan Atas Berkah Ramadan

Karya: Hasyim

Ramadhan hadir begitu indah membawa berkah. Menegaskan hatiku yang harus peduli kepada sesama. Hari-hari menjalankan ibadah puasa sambil menerawang ke angkasa di malam setelah berbuka. Dengan secangkir kopi di atas meja kecil di teras rumahku aku tengah risau dengan mudahnya perpecahan terjadi antar sesama anak bangsa. 

Aku tahu tidak ada yang berbeda antar sesama manusia. Juga denganku. Nilai kebaikan dan perasaan yang aku miliki juga sama dengan mereka walau keyakinan berbeda. Kuyakin di bulan Ramadhan ini jika aku mau berbagi walau sedikit saja itu akan merekatkan persaudaraan, denganku dan sesama mereka. 

Di setiap jalan yang kulewati aku memang selayaknya berbagi dengan mereka tanpa melibatkan agama dan keyakinan. Uluran tanganku atas mereka yang kurang beruntung merefleksikan betapa berterima kasihnya kepadaku, walau hanya segenggam roti yang aku berikan. 

Aku tidak dapat memastikan apakah mereka juga berpuasa jika sekeyakinan denganku. Aku hanya dapat merasakan nikmatnya berbagi dengan mereka seindah yang aku saksikan atas senyumnya kepadaku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buginese's Proverbs

Kenangan Masa Kecil

SERPIHAN HATI TERPAHAT DALAM KATA